Sabtu, 26 Desember 2015

BIMA CARA GUE (Memulai Dari Desa)



Memulai Dari Desa”
Oleh
Misbahruddin

Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan berada pada bagian timur Pulau Sumbawa, diapit oleh Kabupaten Dompu  di sebelah barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah timur, dan laut flores di sebelah utara serta samudra Indoenesia di sebelah selatan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Kabupaten Bima terbagai menjadi 18 Kecamatan dan 186 desa dengan luas wilayah 4.389,40 km2. Sementara itu luas wilayah Kecamatan sangat bervariasi yaitu kecamatan Tambora merupakan Kecamatan terluas dengan luas mencapai 627,82 km2 atau 14,3 persen dari luas Kabupaten Bima, sedangkan Kecamatan yang luas terkecil adalah Kecamatan Belo yang hanya memiliki luas sebesar 44,76 km2. Selain itu, jumlah penduduk Bima hingga akhir tahun 2014 yaitu sebesar   463.419 jiwa. Jika jumlah penduduk kabupaten Bima dilihat menurut Kecamatan, maka Kecamatan Sape adalah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yakni mencapai 55,951 jiwa atau sebesar 12,07 persen dari total keseluruh penduduk kabupaten Bima kemudian di susul oleh Kecamatan Bolo dengan jumlah penduduk sebesar 46,663 jiwa dan kecamatan Woha pada urutan berikutnya dengan jumlah penduduk sebesar 46, 332 jiwa. Sementara itu, kecamatan Lambitu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yakni hanya sebesar 5,364 jiwa.
 Pada tahun 80an bima adalah tanah yang begitu makmur serta masyarakat yang kental akhlak Islami. Masyarakat hidup rukun dan sangat ramah terhadap para warga pendatang. Sehingga banyak pendatang di Bima berasal dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bugis, Makassar serta Maluku maupun Lombok, betah hidup di Bima. Sementara di Mataram Mahasiswa Bima juga dikenal anak-anak Masjid.
Namun beberapa waktu terakhir, Bima begitu memilukan akibat beberapa Konflik yang diberitakan Melalui berbagai media cetak maupun elektronik. Konflik yang terjadi pun cukup berdinamika, dan selalu mendapat rating dimedia elektronik. Kita lihat saja konflik yang terjadi pada 24 Desember 2011 yang merupakan trgaedi Lambu yang mengakibatkan terbunuhnya 2 orang warga dan 98 luka-luka hingga terbakarnya Sekretariat Bupati Bima pada tahun 2012. Dibulan Juli 2011, Bima juga dihebohkan dengan isu teroris, Tragedi Ponpes Usman Bin Khatab (UBK) yang menewaskan seorang anggota kepolisian (seminggu sebelumnya atau 1 hari menjelang HUT Bahayangkara) dan disusul ledakan Ponpes UBK dan berturut ditemukannya beberapa Bom Pipa. Kasus ini diberitakan hingga ke Mancanegara. Pada akhir tahun 2015 juga terjadi penyembelihan salah satu pemuda di Desa Sie Kecamatan Woha.  Selain itu, tingkat pengangguran di Bima juga masih tinggi sehingga tidak sedikit para warga Bima mencarai pekerjaan di Daerah lain hingga menjadi TKI. Para Sarjana dan Magsiterpun tidak sedikit yang ingin kembali ke Bima dengan alasannya tidak ada yang bisa dikerjakan di Tanah Bima. Namun ketika di akhir masa pensiunnya kebanyakan mereka kembali ke Bima dengan harapan yang besar ingin mejadi pemimpin (Bupati, DPR dll). Pertumbuhan ekonomipun belum stabil, dilihat pada bisnis masih saja didominasi oleh golongan atas saja, sedangkan golongan yang kebawah hanya bisa menonton.  
Dengan kondisi Bima yang saat ini, apa yang mesti dilakukan oleh kita sebagai warga pribumi untuk menyelesaikan masalah yang terus berlanjut dan bervariasi. Tentu kita sebagai warga pribumi tidak ingin Bima yang dikenal selama ini menjadi daerah yang rawan dalam konflik di mata daerah lain serta tidak ingin bima menjadi daerah yang terus menjadi daerah tertinggal dalam catatan nasional. Kita menginginkan Bima di kenal dengan daerah aman, sahaja, ramah, berkhlak mulia dan mandiri dalam bidang ekonomi politik dan lainnya. Namun bagaimana cara kita untuk menjadikan Bima sebagaimana yang kita idamkan selama ini atau bagaimana cara terbaik kita dalam mengelola bima menjadi daerah maju………?  SAYA KATAKAN KITA MEMULAI DARI DESA.
 Menjadi sebuah perhatian kita sebagai warga pribumi untuk memikirkan dan bertindak terhadap semua permasalahan yang terjadi pada daerah kita sehingga mengharuskan kita untuk memberikan gagasan kepada masyarakat dan pemerintah untuk dijadikan sebuah pengetahuan, pemahaman sekaligus sebagai bahan pengambilan keputusan dalam mengelola dan mengatasi setiap permasalahan. Untuk itu, saya mencoba memberikan gagasan atau konsep bagaiamana seharusnya cara bijak untuk mengatasi setiap permasalah yang ada di Bima baik itu masalah kriminalitas, krisis ekonomi, ahklak dan moralitas dan agama yang kemudian akan saya coba bahas dalam sebuah gagasan kecil ini yang penerapannya akan di mulai dari Desa. Dalam gagasan ini akan saya bahas secara universal tentang konsep ini yakni dimulai dari yang pertama adalah dengan menyoroti konflik sosial, kemudian cara pengambilan keputusan, peningkatan ekonomi dengan mensejahterkan rakyat miskin hingga memperbaiki akhlak manusianya. Adapun langkah yang mesti dilakukan dalam mengatasi permasalah ini adalah:

1.      Mengelola Ketua Preman disetiap Desa.
Kita tau bahwa yang sering melakukan tindakan kriminalitas adalah para preman itu sendiri sehingga mejadi perhatian kita untuk memikirkan mengapa kemudian para preman itu hendak melakukan tindakan krimilitas. Oleh karena itu penurut paham saya bahwa seseorang melakukan tindakan kriminalitas disebabkan oleh banyak hal diatrannya adalah karena pengangguran, atau ingin diperhatikan bahwa dirinya orang kuat atau hebat sehingga ditakuti, atau juga bisa karena dorongan faktor lain seperti tidak dianggap atau diperhatikan oleh masyarakat atau pemerintah. Oleh sebab itu cara terbaik untuk mengatasi konflik di Bima dengan cara mengelola para pelaku konflik tersebut. Konsep pengelolaannya adalah dengan merekrut perwakilan Preman (Ketua Preman) di setiap Desa untuk dijadikan tokoh di para pengikutnya. Mereka ini akan dikelola sebagaiman keinginan dan karakternya. Dalam hal pengelolaan ini harus ada wadah khsus yang megelola para ketua preman ini. Kita kasi saja nama wadahnya adalah Forum Pemberdayaan Masyarakat Bima (FPM)
2.      Sinergitas Pemimpin dan Ulama.
Hendaknya setiap pemimpin di Bima mejadikan ulama sebagai dewan penasehat sehingga ketika dalam menyelesaikan setiap permasalah hendaknya melibatkan para ulama untuk dijadikan sumber pengambilan keputusannya berdasarkan ijtihad para ulama. Cara merekrut ualamapun diambil dua atau beberapa orang disetiap desa agar pengamabilan peran ulam merata, sehingga kemudian para ulama ini juga akan di delegasikan dimasing-masing desa untuk berdakwah dalam memberikan pemahaman agama kepada masyarakat desa. Adapun insentif untuk para ulama hendaknya mereka ini didanai dari dana APBD dengan memasukan pos insentif ulama ketika membahas anggaran dan belanja pemrintah bersama dengan DPRD.
3.      Melakukan pendekatan pengembangan usaha dengan model Triple Helix.
Cara ini adalah dengan mensinergikan ketiga pelaku untuk mengembang ekonomi masyarakat desa dengan model sinergitas atara Government (pemerintah), Akademisi dan cendikiwan dalam mengembangkan dan membantu para pengusahan kecil dan menengah dalam mengelolah usahanya. Adapun dana yang digunakan adalah sebagaiman dalam UU NO. 6 tahun 2014 5 tentang Desa telah diatur tentang Badan Usaha Milik Desa. Namun sampai saat ini desa yang ada di Kabupaten bima belum ada yang bisa mengelola secara serius terhadap BUMDes tersebut. Oleh karena itu ketiga pelaku di atas tadi harus bisa bersinergi dalam mengembangkan usaha kecil dan menegah atau BUMDes tersebut. Pemerintah sebagai regulator memudahkan urusan para pelaku usaha dalam megurus setiap izin usaha, akta dan label produk, label toko dan lainnya, sementara akademisi memberikan edukasi kepada pelaku usaha bagaimana seharusnya menjalankan usaha yang efektif. Hasil penelitian para akademisi diharapkan tidak tersimpan dalam laboratorim perpustakaan kampus tetapi diharapkan disalurkan kepada pemerintah, cendekiawan untuk dijadikan sumber ilmu dalam mengembangkan para usahawan. Sedangkan para cendekiawan akan turun lapangan melihat kerja para pelaku usaha semabari membimbing mereka dalam melakukan usaha kecil dan menengah dengan cara memabaca hasil penelitian dari akademisi. Tentu hal ini akan kita mulai dari desa yang kemudian nantinya akan merambat pula pada PAD kabupaten Bima. Arah pendapatan desa adalah BUMDesa mendapatkan laba kemudian meberiman royalty kepada pemerintah desa, sementara pemerintah desa memberikan bimbingan kepada BUMDes.  
4.      Mengumpulkan zakat pertanian.
Salah satu yang belum dipahamai oleh masyarakat bima adalah bahwa zakat pertanian bukan urusan zakat wajib melainkan zakat sunnah, padahal sangat jelas bahwa zakat pertanian wajib dikeluarkan setiap hasil penen. Kita akan memulai menerapkan pengumpulan zakat pertanian ini di desa dengan cara mengeluarkan kebijakan bupati, kepala desa dan harus melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat desa. Zakat ini nantinya akan dikumpulkan pada kantor desa yang kemudian akan disalurkan lewat kepala dusun untuk disalurkan kepada muzaki atau masyarakat miskin, sehingga harapan kedepannya masyarkat miskin bisa juga merasakan hasil panen dari para petani lainnya dan harapan lain bahwa tingkat kemiskinan sedikit bisa teratasi dengan penyaluran zakat ini.

Kerangkan konsep di atas tidak menarik untuk dibaca namun akan sangat menarik bila mendengarkan presentasi  dari penulis yang menjelakan bagaiman kerangkan kerja dari semua konsep ini. Konsep di atas hanya membahas seklumit dari sekian banyak arah kebijakan yang mesti diambil dalam mengatasi setiap permasalah yang ada pada daerah kita. Hanya saja apalah daya, batas maksimal tulisan dari panitia hanya membatasi sebanyak lima lembar maksimal.
Inti dari semua konsep di atas adalah bagaiman seharusnya langkah yang diambil dalam mengelolah masalah di Bima dan arah kebijakan seperti apa yang bima butuhkan. Tentu semua ini adalah wewenang pemerintah kita dalam memoderatori semua konsep tadi, kita sebagai rakyat biasa hanya bisa mengikuti apa yang mejadi arah kebijakannya. Dalam kerangka kerja yang saya harapkan semuanya akan efektif apabila dimulai dari desa. Namun pemerintah daerah pula harus terlibat dalam pengawasan semua kebijakan tadi terhadap jalannya atau tidaknya kebijakan yang diputuskan.
Sesungguhnya permasalah di bima masih sangat banyak, hanya saja saya menyoroti sebagin kecil dan solusi yang sedikit yang mungkin orang lain tidak menganggapnya sebagai variabel yang mempengaruhi dalam mengatasi permasalahan, namun saya berkeyakinan jikaulah kita memulai meyelesaikan dari hal yang kecil (desa) maka akan semakin mudah dalam menyelesaikan permasalah bima pada umummya, kemudian kita juga harus mengelola pelaku konfilik tersebut dengan cara memberikan pelayanan yang baik kepada mereka dan memberikan apa yang sebenarnya mereka inginkan, sehingga jika kita memberikan pelayanan terbaik kepada pelaku konflik tadi, maka orang akan berprilaku normative terhadap kita sebab menurtu teori perilauku (TPB) dalam bukunya jogiyanto (2007) mengatakan bahwa orang akan berprilaku normative apabila kita memberikan pelayanan terbaik kepada seseorang. Begitupan dengan bagaiman cara kita dalam mengatsi kemiskinan di desa dengan cara menyalurkan zakat yaitu dengan cara mengumpulkan zakat pertanian disetiap panen para petani di kantor desa yang kemudian akan dialurkan langsung kepada masyarakat miskin sehingga dengan adanya hal ini sedikit kita meminimalisir tingkat kemiskinan di setiap desa. Begitupun ketika pemerintah mau memutuskan sesuatu, maka harus menjadikan ulama sebagai sumber nasehat sehingga sebelum mengambil langkah keputusan maka seharusnya melibatkan ulama dalam berijtihad terhadap keputusan yang hendak di putuskan.
Demikian dari saya, semua tadi tidak akan bisa berjalan tanpa ada keyakinan dan kemauan besar dari kita sebagai warga pribumi untuk terus berkarya dalam mengatsi setiap permasalan yang ada di daerah kita. Untuk pemerintah hendaknya menjadikan tulisan ini dijadikan bahan pengambilan kebijakan. Kita tau bahwa banyak variabel yang sudah lama kita tahu dalam mengatasi permasalahan entah itu dalam meningkatkan IPM, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengatsi permasalahan atau konflik dan lainya, namun saya katakan semua itu sudah kita terapkan hanya saja perlu ada penambahan variabel yang saya sebutkan di atas. Mungkin kita tidak tahu bahwa variabel-variabel yang tidak kita duga dan tidak kita temui di dalam buku-buku dan mata kuliat ataupun laiannya justru berpengaruh terhadap penyelsaian masalah di daerah kita, hanya saja kita belum yakin dalam hal ini, oleh karena itu diharpkan kepada pembaca untuk yakin dan mebenarkannya. Sesungguhnya keyakinan akan membawa kepada keberhasilan yang di idamkan. Salam penulis Abu Abdillah Misbahruddin Bin Muhammad Nur Bin Yusuf Bin Abdullah Al-Atsari Al- Bimawiun.


Daftar Pustaka


Jogiyanto, H.M. (2007). Sistem Informasi Keperilakuan, Edisi Kesatu. Yogyakarta: Andi Offset.
www.bps.go.id diakses pada tanggal 18 Desember 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar