Memulai Dari
Desa”
Oleh
Misbahruddin
Kabupaten
Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan
berada pada bagian timur Pulau Sumbawa, diapit oleh Kabupaten Dompu di sebelah barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur
di sebelah timur, dan laut flores di sebelah utara serta samudra Indoenesia di
sebelah selatan.
Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Kabupaten Bima terbagai menjadi 18 Kecamatan
dan 186 desa dengan luas wilayah 4.389,40 km2. Sementara itu luas wilayah
Kecamatan sangat bervariasi yaitu kecamatan Tambora merupakan Kecamatan terluas
dengan luas mencapai 627,82 km2 atau 14,3 persen dari luas Kabupaten
Bima, sedangkan Kecamatan yang luas terkecil adalah Kecamatan Belo yang hanya
memiliki luas sebesar 44,76 km2. Selain itu, jumlah penduduk Bima
hingga akhir tahun 2014 yaitu sebesar 463.419 jiwa. Jika jumlah penduduk kabupaten
Bima dilihat menurut Kecamatan, maka Kecamatan Sape adalah kecamatan yang
memiliki jumlah penduduk terbanyak yakni mencapai 55,951 jiwa atau sebesar
12,07 persen dari total keseluruh penduduk kabupaten Bima kemudian di susul
oleh Kecamatan Bolo dengan jumlah penduduk sebesar 46,663 jiwa dan kecamatan
Woha pada urutan berikutnya dengan jumlah penduduk sebesar 46, 332 jiwa. Sementara
itu, kecamatan Lambitu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling
sedikit yakni hanya sebesar 5,364 jiwa.
Pada tahun 80an bima adalah tanah yang begitu makmur
serta masyarakat yang kental akhlak Islami. Masyarakat hidup rukun dan sangat
ramah terhadap para warga pendatang. Sehingga banyak pendatang di Bima berasal
dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bugis, Makassar serta Maluku maupun Lombok,
betah hidup di Bima. Sementara di Mataram Mahasiswa Bima juga dikenal anak-anak
Masjid.
Namun beberapa waktu terakhir, Bima
begitu memilukan akibat beberapa Konflik yang diberitakan Melalui berbagai
media cetak maupun elektronik. Konflik yang terjadi pun cukup berdinamika, dan
selalu mendapat rating dimedia elektronik. Kita lihat saja konflik yang terjadi
pada 24 Desember 2011 yang merupakan trgaedi Lambu yang mengakibatkan
terbunuhnya 2 orang warga dan 98 luka-luka hingga terbakarnya Sekretariat Bupati
Bima pada tahun 2012. Dibulan Juli 2011, Bima juga dihebohkan dengan isu
teroris, Tragedi Ponpes Usman Bin Khatab (UBK) yang menewaskan seorang anggota
kepolisian (seminggu sebelumnya atau 1 hari menjelang HUT Bahayangkara) dan
disusul ledakan Ponpes UBK dan berturut ditemukannya beberapa Bom Pipa. Kasus
ini diberitakan hingga ke Mancanegara. Pada akhir tahun 2015 juga terjadi
penyembelihan salah satu pemuda di Desa Sie Kecamatan Woha. Selain itu, tingkat pengangguran di Bima juga
masih tinggi sehingga tidak sedikit para warga Bima mencarai pekerjaan di
Daerah lain hingga menjadi TKI. Para Sarjana dan Magsiterpun tidak sedikit yang
ingin kembali ke Bima dengan alasannya tidak ada yang bisa dikerjakan di Tanah
Bima. Namun ketika di akhir masa pensiunnya kebanyakan mereka kembali ke Bima
dengan harapan yang besar ingin mejadi pemimpin (Bupati, DPR dll). Pertumbuhan
ekonomipun belum stabil, dilihat pada bisnis masih saja didominasi oleh golongan
atas saja, sedangkan golongan yang kebawah hanya bisa menonton.
Dengan kondisi Bima yang saat ini,
apa yang mesti dilakukan oleh kita sebagai warga pribumi untuk menyelesaikan
masalah yang terus berlanjut dan bervariasi. Tentu kita sebagai warga pribumi
tidak ingin Bima yang dikenal selama ini menjadi daerah yang rawan dalam
konflik di mata daerah lain serta tidak ingin bima menjadi daerah yang terus
menjadi daerah tertinggal dalam catatan nasional. Kita menginginkan Bima di
kenal dengan daerah aman, sahaja, ramah, berkhlak mulia dan mandiri dalam
bidang ekonomi politik dan lainnya. Namun bagaimana cara kita untuk menjadikan
Bima sebagaimana yang kita idamkan selama ini atau bagaimana cara terbaik kita
dalam mengelola bima menjadi daerah maju………?
SAYA KATAKAN KITA MEMULAI DARI DESA.
Menjadi sebuah perhatian kita sebagai warga
pribumi untuk memikirkan dan bertindak terhadap semua permasalahan yang terjadi
pada daerah kita sehingga mengharuskan kita untuk memberikan gagasan kepada
masyarakat dan pemerintah untuk dijadikan sebuah pengetahuan, pemahaman
sekaligus sebagai bahan pengambilan keputusan dalam mengelola dan mengatasi
setiap permasalahan. Untuk itu, saya mencoba memberikan gagasan atau konsep
bagaiamana seharusnya cara bijak untuk mengatasi setiap permasalah yang ada di
Bima baik itu masalah kriminalitas, krisis ekonomi, ahklak dan moralitas dan
agama yang kemudian akan saya coba bahas dalam sebuah gagasan kecil ini yang
penerapannya akan di mulai dari Desa. Dalam gagasan ini akan saya bahas secara
universal tentang konsep ini yakni dimulai dari yang pertama adalah dengan
menyoroti konflik sosial, kemudian cara pengambilan keputusan, peningkatan
ekonomi dengan mensejahterkan rakyat miskin hingga memperbaiki akhlak
manusianya. Adapun langkah yang mesti dilakukan dalam mengatasi permasalah ini
adalah:
1.
Mengelola
Ketua Preman disetiap Desa.
Kita tau bahwa yang sering melakukan
tindakan kriminalitas adalah para preman itu sendiri sehingga mejadi perhatian
kita untuk memikirkan mengapa kemudian para preman itu hendak melakukan
tindakan krimilitas. Oleh karena itu penurut paham saya bahwa seseorang
melakukan tindakan kriminalitas disebabkan oleh banyak hal diatrannya adalah
karena pengangguran, atau ingin diperhatikan bahwa dirinya orang kuat atau
hebat sehingga ditakuti, atau juga bisa karena dorongan faktor lain seperti
tidak dianggap atau diperhatikan oleh masyarakat atau pemerintah. Oleh sebab itu
cara terbaik untuk mengatasi konflik di Bima dengan cara mengelola para pelaku
konflik tersebut. Konsep pengelolaannya adalah dengan merekrut perwakilan
Preman (Ketua Preman) di setiap Desa untuk dijadikan tokoh di para pengikutnya.
Mereka ini akan dikelola sebagaiman keinginan dan karakternya. Dalam hal
pengelolaan ini harus ada wadah khsus yang megelola para ketua preman ini. Kita
kasi saja nama wadahnya adalah Forum Pemberdayaan Masyarakat Bima (FPM)
2.
Sinergitas
Pemimpin dan Ulama.
Hendaknya setiap pemimpin di Bima
mejadikan ulama sebagai dewan penasehat sehingga ketika dalam menyelesaikan
setiap permasalah hendaknya melibatkan para ulama untuk dijadikan sumber
pengambilan keputusannya berdasarkan ijtihad para ulama. Cara merekrut ualamapun
diambil dua atau beberapa orang disetiap desa agar pengamabilan peran ulam
merata, sehingga kemudian para ulama ini juga akan di delegasikan
dimasing-masing desa untuk berdakwah dalam memberikan pemahaman agama kepada
masyarakat desa. Adapun insentif untuk para ulama hendaknya mereka ini didanai
dari dana APBD dengan memasukan pos insentif ulama ketika membahas anggaran dan
belanja pemrintah bersama dengan DPRD.
3.
Melakukan
pendekatan pengembangan usaha dengan model Triple Helix.
Cara ini adalah dengan mensinergikan
ketiga pelaku untuk mengembang ekonomi masyarakat desa dengan model sinergitas
atara Government (pemerintah), Akademisi dan cendikiwan dalam mengembangkan dan
membantu para pengusahan kecil dan menengah dalam mengelolah usahanya. Adapun
dana yang digunakan adalah sebagaiman dalam UU NO. 6 tahun 2014 5 tentang Desa
telah diatur tentang Badan Usaha Milik Desa. Namun sampai saat ini desa yang
ada di Kabupaten bima belum ada yang bisa mengelola secara serius terhadap
BUMDes tersebut. Oleh karena itu ketiga pelaku di atas tadi harus bisa
bersinergi dalam mengembangkan usaha kecil dan menegah atau BUMDes tersebut.
Pemerintah sebagai regulator memudahkan urusan para pelaku usaha dalam megurus
setiap izin usaha, akta dan label produk, label toko dan lainnya, sementara
akademisi memberikan edukasi kepada pelaku usaha bagaimana seharusnya
menjalankan usaha yang efektif. Hasil penelitian para akademisi diharapkan
tidak tersimpan dalam laboratorim perpustakaan kampus tetapi diharapkan disalurkan
kepada pemerintah, cendekiawan untuk dijadikan sumber ilmu dalam mengembangkan
para usahawan. Sedangkan para cendekiawan akan turun lapangan melihat kerja
para pelaku usaha semabari membimbing mereka dalam melakukan usaha kecil dan
menengah dengan cara memabaca hasil penelitian dari akademisi. Tentu hal ini
akan kita mulai dari desa yang kemudian nantinya akan merambat pula pada PAD
kabupaten Bima. Arah pendapatan desa adalah BUMDesa mendapatkan laba kemudian
meberiman royalty kepada pemerintah desa, sementara pemerintah desa memberikan
bimbingan kepada BUMDes.
4.
Mengumpulkan
zakat pertanian.
Salah satu yang belum dipahamai oleh
masyarakat bima adalah bahwa zakat pertanian bukan urusan zakat wajib melainkan
zakat sunnah, padahal sangat jelas bahwa zakat pertanian wajib dikeluarkan setiap
hasil penen. Kita akan memulai menerapkan pengumpulan zakat pertanian ini di
desa dengan cara mengeluarkan kebijakan bupati, kepala desa dan harus
melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat desa. Zakat ini nantinya akan dikumpulkan
pada kantor desa yang kemudian akan disalurkan lewat kepala dusun untuk
disalurkan kepada muzaki atau masyarakat miskin, sehingga harapan kedepannya
masyarkat miskin bisa juga merasakan hasil panen dari para petani lainnya dan
harapan lain bahwa tingkat kemiskinan sedikit bisa teratasi dengan penyaluran
zakat ini.
Kerangkan konsep di atas tidak
menarik untuk dibaca namun akan sangat menarik bila mendengarkan
presentasi dari penulis yang menjelakan
bagaiman kerangkan kerja dari semua konsep ini. Konsep di atas hanya membahas
seklumit dari sekian banyak arah kebijakan yang mesti diambil dalam mengatasi
setiap permasalah yang ada pada daerah kita. Hanya saja apalah daya, batas
maksimal tulisan dari panitia hanya membatasi sebanyak lima lembar maksimal.
Inti dari semua konsep di atas
adalah bagaiman seharusnya langkah yang diambil dalam mengelolah masalah di
Bima dan arah kebijakan seperti apa yang bima butuhkan. Tentu semua ini adalah
wewenang pemerintah kita dalam memoderatori semua konsep tadi, kita sebagai
rakyat biasa hanya bisa mengikuti apa yang mejadi arah kebijakannya. Dalam kerangka
kerja yang saya harapkan semuanya akan efektif apabila dimulai dari desa. Namun
pemerintah daerah pula harus terlibat dalam pengawasan semua kebijakan tadi
terhadap jalannya atau tidaknya kebijakan yang diputuskan.
Sesungguhnya permasalah di bima
masih sangat banyak, hanya saja saya menyoroti sebagin kecil dan solusi yang
sedikit yang mungkin orang lain tidak menganggapnya sebagai variabel yang
mempengaruhi dalam mengatasi permasalahan, namun saya berkeyakinan jikaulah
kita memulai meyelesaikan dari hal yang kecil (desa) maka akan semakin mudah
dalam menyelesaikan permasalah bima pada umummya, kemudian kita juga harus
mengelola pelaku konfilik tersebut dengan cara memberikan pelayanan yang baik
kepada mereka dan memberikan apa yang sebenarnya mereka inginkan, sehingga jika
kita memberikan pelayanan terbaik kepada pelaku konflik tadi, maka orang akan
berprilaku normative terhadap kita sebab menurtu teori perilauku (TPB) dalam
bukunya jogiyanto (2007) mengatakan bahwa orang akan berprilaku normative
apabila kita memberikan pelayanan terbaik kepada seseorang. Begitupan dengan
bagaiman cara kita dalam mengatsi kemiskinan di desa dengan cara menyalurkan
zakat yaitu dengan cara mengumpulkan zakat pertanian disetiap panen para petani
di kantor desa yang kemudian akan dialurkan langsung kepada masyarakat miskin
sehingga dengan adanya hal ini sedikit kita meminimalisir tingkat kemiskinan di
setiap desa. Begitupun ketika pemerintah mau memutuskan sesuatu, maka harus
menjadikan ulama sebagai sumber nasehat sehingga sebelum mengambil langkah
keputusan maka seharusnya melibatkan ulama dalam berijtihad terhadap keputusan
yang hendak di putuskan.
Demikian dari saya, semua tadi tidak
akan bisa berjalan tanpa ada keyakinan dan kemauan besar dari kita sebagai
warga pribumi untuk terus berkarya dalam mengatsi setiap permasalan yang ada di
daerah kita. Untuk pemerintah hendaknya menjadikan tulisan ini dijadikan bahan
pengambilan kebijakan. Kita tau bahwa banyak variabel yang sudah lama kita tahu
dalam mengatasi permasalahan entah itu dalam meningkatkan IPM, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, mengatsi permasalahan atau konflik dan lainya, namun saya katakan
semua itu sudah kita terapkan hanya saja perlu ada penambahan variabel yang
saya sebutkan di atas. Mungkin kita tidak tahu bahwa variabel-variabel yang
tidak kita duga dan tidak kita temui di dalam buku-buku dan mata kuliat ataupun
laiannya justru berpengaruh terhadap penyelsaian masalah di daerah kita, hanya
saja kita belum yakin dalam hal ini, oleh karena itu diharpkan kepada pembaca
untuk yakin dan mebenarkannya. Sesungguhnya keyakinan akan membawa kepada
keberhasilan yang di idamkan. Salam penulis Abu Abdillah Misbahruddin Bin
Muhammad Nur Bin Yusuf Bin Abdullah Al-Atsari Al- Bimawiun.
Daftar Pustaka
Jogiyanto,
H.M. (2007). Sistem Informasi
Keperilakuan, Edisi Kesatu. Yogyakarta: Andi Offset.
http://www.jpnn.com/read/2015/10/20/333754/Membangun-Desa-Lebih-Mudah-Dengan-Cara-Ini- diakses pada tanggal 18 Desember 2015
www.bps.go.id diakses pada tanggal 18 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar